SINTANG, RK – Imbas dari langkanya minyak goreng di Indonesia beberapa waktu lalu. Pemerintah secara resmi melarang ekspor Crude Palm Oil (CPO) keluar Negeri. Kebijakan tersebut menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat, sebab dampaknya sangat merugikan para petani sawit mandiri di seluruh penjuru tanah air.
Akan tetapi, per tanggal 23 Mei 2022 kebijakan tersebut secara resmi dicabut oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sintang, Florensius Ronny mengatakan apa yang pernah terjadi memang sangat disayangkan, akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pertimbangan Presiden tentu Indonesia secara luas.
“Khusus untuk Kabupaten Sintang sangat berdampak, maka kita patut bersyukur, ketika Bapak Presiden telah mencabut larangan ekspor, tentu ini menjadi kabar baik bagi para petani kita,” kata Ronny di DPRD Sintang belum lama ini.
Ia berharap kedepannya ada kontrol kembali dari Pemerintah Pusat terkait dengan harga buah tandan segar (BTS), agar seyogyanya bisa kembali harganya seperti sebelum dilarang ekspor yang bisa mencapai 4 ribu rupiah.
“Karena Kabupaten Sintang hampir dikatakan 50-an persen masyarakat yang tersebar di 14 kecamatan hari ini sangat bergantung kepada perkebunan perusahaan kelapa sawit,” ungkap Ronny.
Dampak dari pelarangan ekspor CPO, Ronny mengakui banyak sekali keluhan dari masyarakat setempat.
“Tidak bisa kita pungkiri, ini memang sangat merugikan bagi kita yang di daerah Sintang, mungkin secara umum di Kalimantan Barat juga merasakan dampak yang sama,” jelas Ronny.
Karena jika dilihat berdasarkan data di lapangan, harga yang nyatanya dari 4 ribuan per kilogram hari ini ada yang sampai turun ke harga 2 ribuan perkilogram.
“Artinya dari harga itu sendiri sudah 50 persen penurunan harganya. Kita sangat menyayangkan kebijakan beliau tapi kita juga tidak menutup mata bahwa kita mengapresiasi kebijakan tersebut,” pungkasnya. (*)