SINTANG,-ZKR.COM- Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sintang menggelar Seminar Internasional Tekstil dilaksanakan di Gedung Pancasila Sintang pada hari Kamis 24 Oktober 2019. Seminar Internasional tersebut dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Jadi Museum Kapuas dan Hari Museum Indonesia. Seminar tersebut mengusung tema “Peran dan fungsi tekstil atau tenun ikat dalam berbagai kelompok masyarakat” Seminar internasional Tekstil dihadiri sejumlah pembicara dari berbagai negara untuk mengisi seminar International Tekstil tersebut. di antaranya: Itie Van Hout (Belanda), Mohd Ardhih Bin Pidih (Sabah-Malaysia), Joanna Datuk Kitingan (Sabah-Malaysia) dan Sugiman Karyareja (Indonesia).
Dalam kegiatan seminar juga dihadiri penenun dari berbagai daerah/kabupaten yang ada di kalimantan Barat. Seperti dari kabupaten Melawi, Kabupaten Kayong Utara, dan tentunya Kabupaten Sintang. Serta kabupaten lainnya.
Inti yang di bahas dalam kegiatan seminar adalah proses menenun yang dimana bahannya menggunakan dan memanfaatkan bahan – bahan alami dari alam. Dari bahan baku mentah, bahan pertama sampai dengan bahan tersebut di olah dan menjadi kain tenun yang bermotif sesuai yang di inginkan. Atau lebih kepada ciri khas suatu daerah dimana tempat kain tenun itu dibuat.
Di Kabupaten Sintang sendiri proses pembuatan kain tenun masih terus dilakukan. Terutama oleh para ibu-ibu yang bertempat tinggal di rumah betang Ensaid Panjang. Dimana kegiatan menenun adalah termasuk kedalam suatu ciri khas yang dilakukan nenek moyang pada jaman dahulu.
Kain hasil dari tenunan biasanya dipakai untuk upacara – upacara adat, untuk menerima tamu yang biasanya dibuat syalt dan dikalungkan kepada tamu – tamu undangan yang penting, yang memiliki pangkat, jabatan, atau wewenang tinggi di suatu daerah.
Itie Van Hout pembicara asal Belanda mengatakan bahwa di negara Indonesia memiliki banyak sekali kekayaan alam, kerajinan tangan dimana rata – rata di setiap daerah memiliki ciri khasnya sendiri.
“Kali ini kita melakukan Seminar Internasional Tekstil yang di lakukan di kabupaten sintang. Disini kita fokuskan tentang menenun. Tentang bagaimana proses menenun dari proses bahan mentah sampai bahan itu jadi kain tenun siap pakai. Kemudian di olah lagi menjadi rompi, baju, rok, atau pakaian adat” kata Itie Van Hout.
“Saya sangat tertarik sekali dengan hasil tenunan yang ada di kabupaten Sintang. Di mana alat yang di gunakan untuk menenun juga masih menggunakan peralatan sederhana yang turun – temurun dari nenek moyang mereka. Tetapi hasilnya sungguh luar biasa maksimal sekali. Sangat bagus. Tidak kalah rapi dari kain-kain yang dibuat orang menggunakan mesin”, paparnya.
Sementara itu Sugiman Karyareja seorang pembicara asal Indonesia mengatakan bahwa pada jaman dahulu proses pembuatan kain tenun dilakukan secara alami. Bahan yang digunakan didapatkan semua dari alam. Dari hutan – hutan yang ada di daerah sekitar tempat tinggal para penenun.
“Pembuatan kain tenun itu sendiri awalnya dengan menanam kapas, memanen, membuatnya menjadi benang. Memberi warna pada benang dengan bahan alami yang di olah dari alam. Apabila benang sudah siap barulah dilakukan proses penenunan”, kata Sugiman Karyareja pembicara asal (Indonesia).
“Untuk pewarna bahan alami sendiri, biasanya kunyit digunakan sebagai warna kuning. Dimana biasanya dilakukan proses kunyit di parut,kemudian direbus. Selanjutnya kain tenun atau benang dicelupkan ke dalam air hasil rebusan kunyit”, tambahnya.
“Masih banyak lagi bahan alami lainnya yg di gunakan untuk pewarnaan. Seperti akar mengkudu, buah pinang, kulit pohon lengkar , emperik, dan masih banyak bahan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu”, ucapnya.
“Dalam proses kegiatan menenun juga ada proses perminyakan, yakni dengan lemak lelabi, lemak biawak, lemak ayam, lemak ikan dan yang lainnya”, pungkas Sugiman.