SINTANG,RK – Dandim Sintang, Letkol Inf Eko Bintara Saktiawan menjadi pemateri dalam Focus Group Discussion penegakan hukum dalam upaya pencegahan bencana asap karena karhutla di Ballroom My Home Hotel, Selasa (23/03/2021).
FGD ini digagas sebagai bentuk keseriusan stakeholderuntuk dapat menyelesaikan persoalan yang belum pernah tuntas. Dengan menggandeng civitas akademika (Universitas Kapuas Sintang), Polres menyelenggarakan forum tersebut dan mengundang elemen masyarakat Sintang yang kompeten pada persoalan tersebut. Diskusi difokuskan pada tinjauan hukum dan eksistensi kearifan lokal pada sektor pertanian.
Sebagai pemateri, Dandim Sintang menyampaikan beberapa poin krusial yang salah satunya adalah mengajak seluruh pihak untuk beralih fokus penanganan dari hilir ke hulu, dari pemadaman ke pencegahan dengan berpikir radikal mencari akar masalah, untuk kemudian dapat menemukan solusi yang sangat tepat menjawab persoalan.
Konsep win win solution yang dirumuskan oleh Kodim dan Dinas Pertanian Sintang juga kembali disampaikan oleh Dandim, setelah sebelumnya pernah disampaikan di forum yang berbeda.
Diakhir acara, Dandim memberikan 3 poin closing statement, pertama, mengajak seluruh komponen masyarakat untuk serius menjalankan peran masing-masing, dalam hal ini untuk menemukan solusi pada konteks potensi bencana asap karena karhutla.
Kedua, Dandim mengajak seluruh pihak untuk senantiasa menjaga kelurusan niat untuk menjalankan peran masing-masing demi mengabdi kepada Tuhan, negara, rakyat dan organisasi.
Ketiga, Dandim mengatakan bahwa seluruh aktifitas, termasuk FGD tersebut diselenggarakan sebagai aksi lokal pada pemikiran global pencapaian cita-cita (Indonesia merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur) dan salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia (memajukan kesejahteraan umum), pungkas Dandim Sintang.
Bencana asap karena karhutla di Provinsi Kalbar terjadi pertama kali pada tahun 1997, kemudian berulang pada 2015 dan 2019. Bencana ini sangat merugikan bagi kehidupan sosial masyarakat Kalbar, Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri (Malaysia, Brunei Darussalaam dan Singapura).
Nota protes dari Negara tetangga telah pernah dilayangkan kepada pemerintah Indonesia, bahkan Singapura hingga menerbitkan regulasi yang melegalkan penangkapan terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan yang berada di wilayah Indonesia.